Kota yang dijuluki sebagai kota marmer ini menggoreskan sejarah pada lembaran cerita Indonesia. Tepat pada tanggal 9 Juli 2019, diselenggarakan pemilihan kepala desa serentak di 239 desa di Kabupaten Tulungagung. Peristiwa alam yang pasti terjadi 6 tahun sekali ini menjadi label tersendiri dimemori masyarakat desa yakni dilangsungkannya pemilihan kepala desa.

Tak lain halnya di Kecamatan Pucanglaban khususnya desa Panggunguni, desa yang sempat dijuluki desa danau tiga warna ini merupakan salah satu desa yang masyarakatnya mempunyai motif-motif untuk turut serta meramaikan hajat desa 6 tahun sekali ini. Pada dasarnya berlangsungnya pemilihan kepala desa setiap desa maupun wilayah adalah sama. Namun budaya setiap desa atau wilayah yang menjadikan satu dengan lainnya berbeda. Desa Panggunguni yang mayoritas beragama Islam, membiasakan untuk istighosah  atau doa bersama sebelum waktu pemungutan suara dilakukan. Selain itu bagi mereka yang condong kejawen, ada yang melakukan genduren atau mengirimkan do’a kepada leluhur terdahulu yang disimbolkan dengan beragam kebutuhan pangan dari hasil bumi. Budaya berdo’a lainnya adalah ziarah kubur atau nyekar. Hal ini bukan semata-mata untuk berkeyakinan pada sesama makhluk-Nya atau menduakan Tuhan, namun esensinya untuk selalu ingat dan menunduk kebawah bahwa semua tidak ada yang kekal di dunia. Posisi maupun jabatan bukan akhir dari tujuan, tetapi perjuanganlah yang menjadi tolak ukurnya.

“Setiap kaki memiliki langkah yang berbeda,

Panas, dingin menjadi rasa,

Bukan pada kaki, tapi pada hati

Rasakan gelombang

Tanpa ambang

Untuk mencetak seorang pejuang !!!”

 

@Nofi_ana

Bagaimana reaksi anda mengenai artikel ini ?